masukkan script iklan disini
Sungguh Sial Nasib Fadli Zon.
Maksud hati ingin mengacaukan persepsi masyarakat dengan menyebutkan bahwa penahanan Ahmad Dhani sebagai kesalahan Jokowi, apa daya kenyataan dan fakta berbicara sebaliknya, karena justru dirinya adalah termasuk salah satu yang memenjarakan Ahmad Dhani!
Melalui akun twitter pribadinya, Fadli Zon mengecam Jokowi tanpa menyebut nama, dengan kalimat-kalimat yang penuh bara.
*"Vonis n ditahannya Ahmad Dhani adalah lonceng kematian demokrasi di Indonesia.
Bukti nyata rezim ini semakin otoriter n menindas hak berpendapat baik lisan maupun tulisan yg dijamin konstitusi. #SaveAhmadDhani,"* demikian ditulis Fadli, Senin (28/1/2019).
Fadli kemudian mem-pin twit itu sehingga selalu menjadi yang teratas di akunnya.
Tak berhenti sampai di situ, Fadli Zon juga sampai lelah-lelah membuat puisi atas kejadian tersebut.
Sebenarnya sangat wagu juga bila tulisan seperti itu disebut sebagai puisi.
Karena selain maknanya terlalu dangkal untuk bisa disebut sebagai sebuah puisi, tulisan tersebut juga tak mengandung permainan diksi serta kaidah-kaidah lainnya yang lazim disebut puisi.
Bila dibilang rangkaian kalimat ber-rima mungkin iya. Tapi jika dikatakan sebagai puisi, malah jadi terkesan menghina.
Sengaja tulisan Fadli Zon tersebut dimuat di sini, agar kelak masyarakat menjadi lebih paham betapa amat cacatnya Fadli Zon sebagai pembuatnya.
AHMAD DHANI
kau telah bersaksi
tentang zaman penuh persekusi
kau melihat dengan mata kepala sendiri
teater kebiadaban rezim tirani
kini kau korban kriminalisasi
ruang gerakmu makin dibatasi
kau telah didzalimi
mereka cemas kata-katamu
melahirkan kesadaran
mereka gentar dengar lagumu
membangunkan perlawanan
menabuh genderang kebangkitan
mereka bungkam kalimatmu
sambil menebar teror ketakutan
mereka hentikan nyanyianmu
sambil mencari-cari kesalahan
mereka ingin kau tunduk tersungkur
tapi kau berdiri tegak pantang mundur
mereka ingin kau berkhianat
tapi kau kokoh menjunjung amanat
membela umat
membela rakyat
perjalananmu kini menentukan
kau bukan sekedar musisi pemberani
kau penghela roda perubahan
rezim ini harus segera diganti
dan dimusnahkan
Fadli Zon, Perjalanan Jakarta-Surabaya, 29 Januari 2019
Sampai di sini cacat Fadli Zon kudu segera dibongkar.
Yang pertama, kenapa Fadli Zon melulu hanya ngoceh tanpa melakukan apapun, padahal bila mau, Fadli Zon memiliki kewenangan untuk mencegahnya!
Komentar Fadli disesalkan Teuku Taufiqulhadi, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem. Ia menilai, Fadli yang merupakan Wakil Ketua DPR semestinya memahami bagaimana proses hukum dan peran penegak hukum.
"Kalau kemudian orang tidak mengerti tugas hakim, dia benar-benar tidak tepat jadi pejabat negara," kata Taufiq, Selasa (29/1/2019).
Politikus dari Dapil Jatim IV ini pun mengaku heran dengan pernyataan Fadli. Menurut Taufiqulhadi, selama ini tak pernah ada suara keberatan dari para legislator DPR terhadap pemberlakuan UU ITE.
Keberatan, kata dia, justru berasal dari masyarakat sipil dan ia menyarankan agar mereka menggunakan jalur uji materi terhadap UU ITE di Mahkamah Konstitusi.
"Enggak ada anggota DPR yang mempermasalahkan," katanya.
Pendapat senada dikatakan Direktur Program Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitulu.
Ia menilai, Fadli tidak semestinya mengeluhkan kasus Ahmad Dhani di Twitter.
Sebagai pimpinan DPR dan pimpinan partai oposisi, kata Erasmus, Fadli semestinya bisa menggerakkan partai dan koalisinya untuk menguji UU ITE di DPR.
"Oposisi, kan, punya kursi di DPR. Fadli Zon dan kawan-kawan itu, kan, punya kursi di sana. Kalau dia merasa UU itu terlalu karet, maka ujilah di DPR,” katanya.
Pada 2016, DPR dan pemerintah bersepakat merevisi UU ITE. Keputusan itu disepakati 10 fraksi yang ada di Komisi I DPR bersama Kementerian Komunikasi dan Informasi. Revisi ini juga dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional 2016.
Gerindra menjadi satu di antara 10 fraksi yang menyepakati revisi tersebut dan Fadli Zon tercatat sebagai salah satu anggota Komisi I DPR.
Dalam kesepakatan tersebut, ada tujuh poin yang disepakati. Namun dalam poin-poin tersebut tak ada pembahasan soal ujaran kebencian.
Revisi hanya menyangkut masalah distribusi konten yang berisi penghinaan dan pencemaran nama baik, menurunkan ancaman pidana, pengaturan penyadapan, pengaturan penyitaan dan penggeledahan, memperkuat keterlibatan penyidik PNS, menambahkan ketentuan hak untuk dilupakan, serta memperkuat peran pemerintah dalam perlindungan dari segala jenis gangguan.
Maksud hati ingin mengacaukan persepsi masyarakat dengan menyebutkan bahwa penahanan Ahmad Dhani sebagai kesalahan Jokowi, apa daya kenyataan dan fakta berbicara sebaliknya, karena justru dirinya adalah termasuk salah satu yang memenjarakan Ahmad Dhani!
Melalui akun twitter pribadinya, Fadli Zon mengecam Jokowi tanpa menyebut nama, dengan kalimat-kalimat yang penuh bara.
*"Vonis n ditahannya Ahmad Dhani adalah lonceng kematian demokrasi di Indonesia.
Bukti nyata rezim ini semakin otoriter n menindas hak berpendapat baik lisan maupun tulisan yg dijamin konstitusi. #SaveAhmadDhani,"* demikian ditulis Fadli, Senin (28/1/2019).
Fadli kemudian mem-pin twit itu sehingga selalu menjadi yang teratas di akunnya.
Tak berhenti sampai di situ, Fadli Zon juga sampai lelah-lelah membuat puisi atas kejadian tersebut.
Sebenarnya sangat wagu juga bila tulisan seperti itu disebut sebagai puisi.
Karena selain maknanya terlalu dangkal untuk bisa disebut sebagai sebuah puisi, tulisan tersebut juga tak mengandung permainan diksi serta kaidah-kaidah lainnya yang lazim disebut puisi.
Bila dibilang rangkaian kalimat ber-rima mungkin iya. Tapi jika dikatakan sebagai puisi, malah jadi terkesan menghina.
Sengaja tulisan Fadli Zon tersebut dimuat di sini, agar kelak masyarakat menjadi lebih paham betapa amat cacatnya Fadli Zon sebagai pembuatnya.
AHMAD DHANI
kau telah bersaksi
tentang zaman penuh persekusi
kau melihat dengan mata kepala sendiri
teater kebiadaban rezim tirani
kini kau korban kriminalisasi
ruang gerakmu makin dibatasi
kau telah didzalimi
mereka cemas kata-katamu
melahirkan kesadaran
mereka gentar dengar lagumu
membangunkan perlawanan
menabuh genderang kebangkitan
mereka bungkam kalimatmu
sambil menebar teror ketakutan
mereka hentikan nyanyianmu
sambil mencari-cari kesalahan
mereka ingin kau tunduk tersungkur
tapi kau berdiri tegak pantang mundur
mereka ingin kau berkhianat
tapi kau kokoh menjunjung amanat
membela umat
membela rakyat
perjalananmu kini menentukan
kau bukan sekedar musisi pemberani
kau penghela roda perubahan
rezim ini harus segera diganti
dan dimusnahkan
Fadli Zon, Perjalanan Jakarta-Surabaya, 29 Januari 2019
Sampai di sini cacat Fadli Zon kudu segera dibongkar.
Yang pertama, kenapa Fadli Zon melulu hanya ngoceh tanpa melakukan apapun, padahal bila mau, Fadli Zon memiliki kewenangan untuk mencegahnya!
Komentar Fadli disesalkan Teuku Taufiqulhadi, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem. Ia menilai, Fadli yang merupakan Wakil Ketua DPR semestinya memahami bagaimana proses hukum dan peran penegak hukum.
"Kalau kemudian orang tidak mengerti tugas hakim, dia benar-benar tidak tepat jadi pejabat negara," kata Taufiq, Selasa (29/1/2019).
Politikus dari Dapil Jatim IV ini pun mengaku heran dengan pernyataan Fadli. Menurut Taufiqulhadi, selama ini tak pernah ada suara keberatan dari para legislator DPR terhadap pemberlakuan UU ITE.
Keberatan, kata dia, justru berasal dari masyarakat sipil dan ia menyarankan agar mereka menggunakan jalur uji materi terhadap UU ITE di Mahkamah Konstitusi.
"Enggak ada anggota DPR yang mempermasalahkan," katanya.
Pendapat senada dikatakan Direktur Program Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitulu.
Ia menilai, Fadli tidak semestinya mengeluhkan kasus Ahmad Dhani di Twitter.
Sebagai pimpinan DPR dan pimpinan partai oposisi, kata Erasmus, Fadli semestinya bisa menggerakkan partai dan koalisinya untuk menguji UU ITE di DPR.
"Oposisi, kan, punya kursi di DPR. Fadli Zon dan kawan-kawan itu, kan, punya kursi di sana. Kalau dia merasa UU itu terlalu karet, maka ujilah di DPR,” katanya.
Pada 2016, DPR dan pemerintah bersepakat merevisi UU ITE. Keputusan itu disepakati 10 fraksi yang ada di Komisi I DPR bersama Kementerian Komunikasi dan Informasi. Revisi ini juga dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional 2016.
Gerindra menjadi satu di antara 10 fraksi yang menyepakati revisi tersebut dan Fadli Zon tercatat sebagai salah satu anggota Komisi I DPR.
Dalam kesepakatan tersebut, ada tujuh poin yang disepakati. Namun dalam poin-poin tersebut tak ada pembahasan soal ujaran kebencian.
Revisi hanya menyangkut masalah distribusi konten yang berisi penghinaan dan pencemaran nama baik, menurunkan ancaman pidana, pengaturan penyadapan, pengaturan penyitaan dan penggeledahan, memperkuat keterlibatan penyidik PNS, menambahkan ketentuan hak untuk dilupakan, serta memperkuat peran pemerintah dalam perlindungan dari segala jenis gangguan.