Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal memberhentikan langsung Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, apabila sidang banding etik putusan Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH) nanti ditolak Perwira Tertinggi (Pati) yang menyidangkan.
"Bagi pati yang di-PTDH sesuai Keppres (keputusan presiden), presiden yang mengangkat dan memberhentikan pati tersebut," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Jumat (26/8/2022).
Adapun aturan pemberhentian oleh Presiden ini sebagaimana tertuang dalam Kepres RI Nomor 70 Tahun 2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pada Pasal 29 poin satu, berikut penjelasannya.
"(1) Pengangkatan dan pemberhentian pejabat pada jabatan dan kepangkatan PATI bintang dua ke atas atau yang termasuk dalam lingkup jabatan eselon IA dan IB ditetapkan dengan Keputusan Kapolri setelah dikonsultasikan dengan Presiden."
Sementara dalam poin dua, dijelaskan bahwa Pengangkatan dan pemberhentian pejabat pada jabatan dan kepangkatan bintang satu ke bawah, termasuk jabatan fungsional bintang dua ke bawah ditetapkan oleh Kapolri.
"Pengangkatan dan pemberhentian pejabat dalam lingkungan Polri dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," bunyi poin tiga.
Sebelumnya, Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono akan menjadi perwira tinggi (Pati) yang menyidangkan kasus pelanggaran etik tingkat selanjutnya, usai Ferdy Sambo resmi mengajukan banding atas putusan Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH).
"Wakapolri itu sifatnya kalau nanti ada banding atau ada yang lebih tinggi lagi," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo kepada wartawan, Jumat (26/8).
Adapun sidang banding nantinya, lanjut Dedi, bakal digelar secara tertutup untuk selanjutnya hasil sidang akan diserahkan langsung kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
"Secara tertulis ke sekretariat komisi kode etik. Nanti itu kalau ditanya sekretariatnya ada di Divkum, nanti secara tertutup akan memutuskan dan melaporkan ke Bapak Kapolri. nanti akan disampaikan hasilnya," sebutnya.
Sedangkan terkait mekanisme banding sebagaimana Peraturan Polri (Perpol) No 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik dan Komisi Kode Etik Polri, memang telah diatur sebagai hak bagi pemohon dalam hal ini Ferdy Sambo.
Dia dipersilahkan mengajukan banding kepada Pejabat Pembentuk KKEP melalui Sekretariat KKEP dengan beberapa tahapan. Pertama harus mengajukan banding melalui Sekretariat KKEP sebagaimana Pasal 69 dan 70 Perpol No 7 Tahun 2022.
Tahapan kedua pembentukan KKEP Banding. Dalam tahap ini, Kapolri akan membentuk KKEP Banding yang susunan organisasinya terdiri atas ketua, wakil ketua, dan anggota sesuai susunannya diatur dalam Pasal 71 hingga Pasal 77 Perpol No 7 Tahun 2022.
"Khusus untuk kasus Irjen FS, banding adalah keputusan final dan mengikat. Tidak berlaku itu, tidak berlaku PK (peninjauan kembali). jadi keputusan banding adalah keputusan final dan mengikat, tidak ada upaya hukum lagi," tuturnya.
Sekedar informasi, Sidang kode etik Irjen Ferdy Sambo atas pembunuhan Brigadir J memvonis Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH). Atas putusan sidang, Ferdy Sambo mengajukan banding.
"Kami mengakui semua perbuatan dan menyesali semua perbuatan yang kami telah lakukan terhadap institusi Polri, namun mohon izin sesuai Pasal 69 PP (Perpol) 7 tahun 2022, izinkan kami mengajukan banding," kata Ferdy Sambo saat menanggapi putusan Sidang Kode Etik, Jumat (26/8/2022) dini hari.
"Apapun keputusan banding, kami siap laksanakan," ucap Sambo dengan tegas.
Sebelumnya, Komisi Kode Etik Polri (KKEP) merampungkan pemeriksaan terhadap mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo terkait dugaan pelanggaran etik kasus kematian Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat. Hasil sidang etik memutuskan Ferdy Sambo melakukan pelanggaran berat sehingga dipecat sebagai anggota Polri.
"Pemberhentian dengan tidak hormat atau pdth sebagai anggota Polri," kata Kabaintelkam Polri Komjen Ahmad Dofiri selaku pimpinan sidang saat membacakan putusan di gedung Transnational Crime Center (TNCC) Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (26/8/2022) dini hari.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka.com